Rabu, 17 Agustus 2016

Indonesia 71 Tahun? Aku Merenung



Padamu negeri kami berjanji
Padamu negeri kami berbakti
Padamu negeri kami mengabdi
Bagimu negeri jiwa raga kami


            Padamu negeri. Jika mengingat lagu kita pasti ingat zaman-zaman ketika pelajaran seni musik waktu sekolah dulu atau ketika hari-hari besar nasional, lagu yang berkumandang dengan alunan khasnya yang merdu. Ngomong-ngomong hari besar, besok kita bakal nyambut 17-an lho atau kalau orang Jawa bilang pitulasan. Besok tepat 71 tahun Indonesia “merdeka” semenjak Dwitunggal pemimpin kita memproklamirkannya. Kadang gue agak terharu, bangga, termotivasi, bahkan mungkin sedih kalau dengar lagu Padamu Negeri, apalagi kalau tuh lagu dijadiin background music dari video-video yang menampilkan perjuangan rakyat Indonesia mempertahankan kemerdekannya. Hal memilukan yang ngebuat gue suka merenung di dinginnya malam, di bawah gemerlap bintang-bintang, di hangatnya pelukan rembulan, dan pada harapan yang masih digantung, jiaah pepaya kali digantung. Tapi rasa sedih yang sesungguhnya gue rasakan itu alasannya sih sederhana, gue sadar karena gue sampai saat ini belum bisa memberi yang terbaik untuk negeri gue tercinta. Indonesia. Juga kadang miris melihat  masih belum bersatunya bangsa kita. Maki sana sini, jotos atas bawah, sampai-sampai pembunuhan kayaknya satu-satunya cara buat nyelesaikan masalah. Melihat noda-noda yang terlihat jelas di mata kita setiap harinya yang ngebuat semakin hari bangsa ini semakin terpuruk, terus lu mau diam aja?
            Indonesia dibangun atas rasa cinta bersama, harapan bersama, dan cita-cita bersama, yaitu kemerdekaan. Merdeka yang bukan cuma slogan belaka, tapi memiliki makna kesejahteraan, kemakmuran, keadilan, dan saling menebar kasih sayang (duh ngomong-ngomong kasih sayang jadi baper, hahaha, abaikan!) terhadap sesama manusia yang hidup di negeri dengan kekayaan budaya yang melimpah. Kemerdekaan yang harusnya dirasakan oleh semua orang dari si kere sampai konglomerat, si item atau putih, Jawa Batak Betawi Islam Kristen Tionghoa atau apalah latar belakang lu yang penting rasa kasih dan sayang dapat kita rasakan bersama. Tanpa ada diskriminasi, tanpa ada yang harus termarjinalkan.
            Bung, kalau lu marah lihat kondisi negeri yang makin kacau entah itu suasana politiknya, rasa keadilannya, fitnah sana fitnah sini, atau jomblo yang semakin mengingkat (lho apa hubungannya yak wkwk, buruan nikah makanya biar gak jomblo) ya apapun itu yang ngebuat lu miris, ayo sama-sama kita renungin. Mau memposisikan diri kita sebagai apa? Turut jadi provokator? Orang sok tahu? Pendingin suasana? Atau jadi pengganggu hubungan orang? (apa banget sih). Lu pikirin deh tuh. Jangan jadi orang yang gak pedulian. Segera tentukan peran apa aja yang menurut lu baik untuk bangsa ini. Dan yang pasti ngelakuinnya dengan tulus tanpa ada tekanan dan rasa pamrih. Berbuatlah.
      Gak perlu khawatir apa yang lu perbuat untuk negeri ini akan sia-sia. Semua gak ada yang sia-sia asal lu benar-benar ada tujuan positif dan terstruktur dalam melakukannya. Kalau ada orang yang berusaha memojokkan atas apa yang lu perjuangin untuk kebaikan bangsa lu, jangan pernah sekali-kali lu dendam. Apalagi sampe bunuh-bunuhan. Ini bukan FTV broo. This is the real life! Intinya, “Dalam ajaran keyakinan gue, semua orang akan mati tapi amalan akan hidup selamanya.” Beramallah untuk negeri, jangan sampai nyawa lu gak berarti, waktu lu terbuang percuma. Buatlah kata “merdeka” menjadi kata yang tertanam dengan sejuta maknanya untuk kemajuan Indonesia. Negeri ini membutuhkanmu, sahabat. Jika engkau masih diam, "Maka nikmat Tuhan kamu manakah yang kamu dustakan?" (QS Ar-Rahman).

Semarang, 16 Agustus 2016
           

Ego

Tatapan adalah anugerah untuk mampu memahami keindahan. Memandang berbagai warna-warni kehidupan yang mengisi hari dalam setiap kedipan. A...