Padamu negeri kami berjanjiPadamu negeri kami berbaktiPadamu negeri kami mengabdiBagimu negeri jiwa raga kami
Padamu
negeri. Jika mengingat lagu kita pasti ingat zaman-zaman ketika pelajaran seni
musik waktu sekolah dulu atau ketika hari-hari besar nasional, lagu yang
berkumandang dengan alunan khasnya yang merdu. Ngomong-ngomong hari besar,
besok kita bakal nyambut 17-an lho atau kalau orang Jawa bilang pitulasan. Besok
tepat 71 tahun Indonesia “merdeka” semenjak Dwitunggal pemimpin kita
memproklamirkannya. Kadang gue agak terharu, bangga, termotivasi, bahkan
mungkin sedih kalau dengar lagu Padamu
Negeri, apalagi kalau tuh lagu dijadiin background
music dari video-video yang menampilkan perjuangan rakyat Indonesia
mempertahankan kemerdekannya. Hal memilukan yang ngebuat gue suka merenung di
dinginnya malam, di bawah gemerlap bintang-bintang, di hangatnya pelukan
rembulan, dan pada harapan yang masih digantung, jiaah pepaya kali digantung. Tapi rasa sedih yang sesungguhnya gue
rasakan itu alasannya sih sederhana, gue sadar karena gue sampai saat ini belum
bisa memberi yang terbaik untuk negeri gue tercinta. Indonesia. Juga kadang miris melihat masih belum bersatunya bangsa kita. Maki sana sini, jotos atas
bawah, sampai-sampai pembunuhan kayaknya satu-satunya cara buat nyelesaikan
masalah. Melihat noda-noda yang terlihat jelas di mata kita setiap harinya yang
ngebuat semakin hari bangsa ini semakin terpuruk, terus lu mau diam aja?
Indonesia
dibangun atas rasa cinta bersama, harapan bersama, dan cita-cita bersama, yaitu
kemerdekaan. Merdeka yang bukan cuma slogan belaka, tapi memiliki makna
kesejahteraan, kemakmuran, keadilan, dan saling menebar kasih sayang (duh ngomong-ngomong kasih sayang jadi baper,
hahaha, abaikan!) terhadap sesama manusia yang hidup di negeri dengan kekayaan budaya yang melimpah. Kemerdekaan yang harusnya dirasakan oleh
semua orang dari si kere sampai konglomerat, si item atau putih, Jawa Batak
Betawi Islam Kristen Tionghoa atau apalah latar belakang lu yang penting rasa
kasih dan sayang dapat kita rasakan bersama. Tanpa ada diskriminasi, tanpa ada
yang harus termarjinalkan.
Bung,
kalau lu marah lihat kondisi negeri yang makin kacau entah itu suasana
politiknya, rasa keadilannya, fitnah sana fitnah sini, atau jomblo yang semakin
mengingkat (lho apa hubungannya yak wkwk,
buruan nikah makanya biar gak jomblo) ya apapun itu yang ngebuat lu miris,
ayo sama-sama kita renungin. Mau memposisikan diri kita sebagai apa? Turut jadi
provokator? Orang sok tahu? Pendingin suasana? Atau jadi pengganggu hubungan
orang? (apa banget sih). Lu pikirin
deh tuh. Jangan jadi orang yang gak pedulian. Segera tentukan peran apa aja
yang menurut lu baik untuk bangsa ini. Dan yang pasti ngelakuinnya dengan tulus
tanpa ada tekanan dan rasa pamrih. Berbuatlah.
Gak perlu khawatir apa yang lu perbuat untuk negeri ini akan
sia-sia. Semua gak ada yang sia-sia asal lu benar-benar ada tujuan positif dan
terstruktur dalam melakukannya. Kalau ada orang yang berusaha memojokkan atas
apa yang lu perjuangin untuk kebaikan bangsa lu, jangan pernah sekali-kali lu
dendam. Apalagi sampe bunuh-bunuhan. Ini bukan FTV broo. This is the real life! Intinya, “Dalam ajaran keyakinan gue, semua orang akan mati tapi amalan akan
hidup selamanya.” Beramallah untuk negeri, jangan sampai
nyawa lu gak berarti, waktu lu terbuang percuma. Buatlah kata “merdeka” menjadi
kata yang tertanam dengan sejuta maknanya untuk kemajuan Indonesia.
Negeri ini membutuhkanmu, sahabat. Jika engkau masih diam, "Maka nikmat Tuhan kamu manakah yang kamu dustakan?" (QS Ar-Rahman).
Semarang, 16 Agustus
2016